Ini Pengalaman pertamaku yang bikin panas dingin, deg-degan, grogi dan keringatan. " Sialan .. gua ditinggal sendirian!" umpatku dalam hati. Deg, perasaan asing dan aneh menyelimuti diriku saat itu. "Aduhhh brengsek, gimana ngatasinnya ini!, Huhhhffft...!!! " Akupun berusaha tenang dan menguasai diri. "Yaudah, Bismillah aja ... aku harus bisa!
Waktu itu aku cuma nemenin temanku yang lagi foto pengantin di tempat orang hajatan. Di kampung sebelah. Aku gak begitu kenal dengan orang-orangnya, semuanya masih asing bagiku. Satu-satunya yang bisa aku ajak ngobrol hanyalah temanku tadi. Dia fotographer alias tukang foto, istrinya tukang rias pengantin. Mereka juga punya tenda dan perlengkapan pesta yang disewakan. Kebetulan waktu itu yang dipakai tenda mereka lengkap satu paket dengan foto dan video dan rias pengantinnya juga. Waktu itu memang dia lagi banyak job ada dua atau tiga tempat kalau gak salah. Tukang fotonya semua keluar, begitu juga videonya. Kebetulan waktu itu aku punya handycam kecil, karena semua camera keluar dan kekurangan tenaga maka aku diajak bantuin temanku itu untuk shooting videonya. Aku sendiri sih paham dengan handycamku tapi untuk foto aku nggak bisa. Apalagi ngarahin gaya pose untuk pengantin. Alamak gelap, aku nggak ngerti. Grogi pula. Mendingan aku shoot aja dari jauh.
Diantara waktu senggang temanku ngajarin cara-cara ngoperasiin kameranya. Mulai dari speed, diafragma, bounching melihat kondisi cahaya sekitar, pantulan warna, gelap terang sampai ngatur pose pengantin dan sebagainya. Aku sih ngangguk-angguk aja. Tapi sesekali kemudian dia memaksa aku belajar mengambil gambar dengan kameranya. Waktu itu belum ada yang namanya camera digital SLR, semua masih analog. Masih pakai film. Resikonya sangat besar, kemungkinan bisa hangus kebakar, gambar tidak fokus, gelap, atau terlalu terang dan sebagainya. Dan cilakanya itu baru ketahuan nanti setelah dicetak. Haduuh, engak deh aku nggak berani. Bisa dikomplain nanti. "Udah gak papa, coba dulu foto keluarga yang rame-rame 'kan nggak begitu kelihatan kalau nanti gambarnya kurang bagus!" katanya setengah memaksa.
" Yaudah deh nanti aku coba !" Dan akupun belajar memegang kameranya. Ternyata lumayan berat dan pegal juga di tangan, apalagi kameranya dilengkapi dengan lampu flash yang besar aku nggak tahu namanya. Diletakkan dipundak, pose badan agak miring, lampu flash dibounch ke atas, incar dari lubang kecil ini, putar fokusnya pada lensa sampai jernih, atur komposisinya kanan kiri, atas bawah, kalau sudah dapat fokusnya akan ada bunyi beep..beep..beep, kemudian tekan tombol ini shoot. Begitu. Gampang 'kan, kalau sudah putar tuas ini agar filmnya berputar, untuk gambar berikutnya nanti. Ribet sih, tapi lama-lama aku bisa juga.
Setelah melihat aku bisa, aku pun dilepas. Aku yang foto temanku yang ngarahin pose pengantin. Sekitar satu jam kemudian mendadak temanku ditelepon untuk datang ke tempat yang satunya lagi karena ada masalah dengan perlengakapan prasmanannya. "Yaudah kamu terusin fotonya, nanti kalau urusannya sudah beres aku kesini lagi!" kata temanku dan kemudian dia meluncur ke tempat sewaan tendanya yang satu lagi. Matek... akupun ditinggal sendirian. Bagaimana ini. Gimana ngarahin pose pengantinnya, masa posenya yang itu lagi-itu lagi. Keringat dingin, deg-degan dan grogi menyelimuti diriku. Tapi aku nggak boleh terlihat gugup, pihak yang punya hajat pasti mengira aku juga tukang foto, jadi aku harus terlihat profesional. Untuk menghilangkan ketegananku dan keasinganku aku berusaha bercakap-cakap dengan beberapa orang disekitarku lalu aku minta kopi. Aku dibuatkan kopi bahkan dikasih rokok. Lumayan. Hahhh... akhirnya setelah menyeruput kopi dan asap rokok yang mengepul keteganganku pun hilang. Aku mulai akrab dengan pihak keluarga dan beberapa orang disekitarku. Aku pun mulai plong dan nggak ada beban setelah istri temanku datang untuk mengganti baju pengantin dan merapikan riasannya lagi. Aku bisa ngobrol dengan isteri temanku karena aku akrab dengannya, dan lewat dia aku pun jadi akrab dengan pengantinnya dan nggak grogi lagi. Untuk selanjutnya aku harus menguasai panggung, begitu pikirku dalam hati. Maklum hajatan orang kampung 'kan lama dari jam 10 pagi sampai jam 10 malam. Dan itu perlu energi yang luar biasa.
Hari-hari selanjutnya aku mulai belajar banyak tentang photography. Dan secara tidak langsung aku berterima kasih pada temanku, karena ditinggal aku menjadi "terpaksa" bisa foto hingga saat ini dan menjadi hobiku. Aku pun belajar mengenal aneka ragam photography, mulai dari kamera, lensa, flash, background, editing, dan sebagainya.
Baca Juga
Suka Duka Jadi Tukang Foto
Sedih Kamera Dicolong Orang
Ini Lampu Mungil Banget